Saturday, October 12, 2013

Darat versus Laut

Menginjakkan kaki di pulau ini , kesan pertama saya adalah kenyamanan dan keindahan. Tinggal disini merupakan suatu kesempatan yang unik dimana kita masih bisa mendengar deruan ombak, kicauan burung, ranting dan dedaunan yang beradu diterpa angin. Bahkan kita tidak sadar bahwa ternyata kita hanya berjarak tidak lebih dari 50 km dari kota terpadat di Indonesia. Sebuah jalanan tak terlalu jauh lebih lebar dari sebua mobil membagi Pulau Pari menjadi dua bagian, utara dan selatan dari ujung barat sampai timur yang panjangnya mungkin sekitar 3 kilometer saja. Di kiri-kanan jalan dipenuhi pagar-pagar rumah penduduk dari kayu yang terkadang di cat berwarna-warni sehingga tampak indah dan bernuansa pelangi. Jalanan utama pulau itu sering dilalui oleh sepeda yang digunakan oleh para wisatawan. Namun yang sedikit mengherankan adalah penduduk di pulau ini tidak sedikit yang menggunakan dan membeli sepeda motor di area pulau yang tidak luas tersebut. Bahkan jarang sekali masyarakat berjalan kaki. Yang paling mengherankan saya adalah ada beberapa motor yang tergolong motor mewah, mungkin harganya bias mencapau 50 juta rupiah untuk satu unit. Motor mewah yang paling hanya digunakan untuk melintasi sepotong jalanan yang tak lebih dari 3km menurut sya cukup mumbazir. Dan malangnya lagi, banyak dari pemilik motor mewah tersebut yang bahkan tidak memiliki perahu. Merelakan diri untuk membeli motor mewah yang hanya dapat digunakan untuk melintasi perjalanan 3km daripada membeli sebuah perahu yang mana dapat digunakan untuk melintasi laut-laut yang dapat menghubungkan daratan ke daratan yang tak terbatas luasnya adalah kesalahan pemikiran menurut saya. Mindset masyarakat pesisir lambat laun telah terkikis oleh pengaruh daratan yang lebih dominan saat ini. Darat versus laut sebenarnya bukanlah hal yang bertolak belakang. Keduanya saling mendukung untuk seluruh putaran kehidupan yang ada didalamnya. Namun apabila salah satu lebih dominan dan satu lagi tak menjadi urusan, bukan tidak mungkin keduanya menjadi musuh bebuyutan. Sebagai negeri maritim kita seharusnya sadar bahwa cara pandang kita haruslah cara pandang bahari yang memandang segala sesuatunya untuk peningkatan kemakmuran dari laut. (DD-2013)

No comments:

Post a Comment