DIRGAHAYU REPOEBLIK INDONESIA YANG KE-65
MERDEKA!!!!
syalom,
Terbesit di pikiran saya untuk membuat posting mengenai topik ini karena pernah suatu saat ketika berselancar di dunia maya, tidak sengaja saya membaca ada tulisan yang menyerukan bahwa "hanya islam yg memerdekakan Indonesia"
dengan alasan bahwa orang kristen merupakan antek penjajah karena agama ini dibawa oleh penjajah dan bahwasanya pengusiran terhadap penjajah dipengaruhi oleh semangat jihad,?? well well,, well..
mari kita lihat beberapa orang yang sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional yang beragama nasrani.,,
cekidot!!
1.Laksamana Muda Udara Agustinus Adisutjipto.
Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta[1] (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 3 Juli 1916 – meninggal di Bantul, Yogyakarta, 29 Juli 1947 pada umur 31 tahun) adalah seorang pahlawan nasional dan seorang komodor udara Indonesia.
Adisutjipto dilahirkan 3 Juli 1916 di Salatiga, mengenyam pendidikan GHS (Geneeskundige Hoge School) (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan lulusan Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati.
Pada tanggal 15 November 1945, Adisutjipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo, yang kemudian diganti namanya menjadi Bandara Adisutjipto, untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan nasional.
Beliau dimakamkan di pekaman umum Kuncen I dan II, dan kemudian pada tanggal 14 Juli 2000[1] dipindahkan ke Monumen Perjuangan di Desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta.
2.Pahlawan Nasional dari Maluku Thomas Matulesy
Tentunya tak asing lagi pahlawan yang satu ini karena terukir di uang seribu rupiah kertas
Kapitan Pattimura yang bernama asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini.
3.Yos Sudarso (1925-1962)
Pahlawan Nasional Laksamana Madya Yosaphat Sudarso, yang lebih dikenal dengan panggilan Yos Sudarso, kelahiran Salatiga, 24 November 1925, gugur dalam pertempuran di atas KRI Macan Tutul dalam pertempuran Laut Aru 13 Januari 1962 pada masa kampanye Trikora. Namanya kini diabadikan pada sebuah KRI dan pulau
pangkat terakhir sebagai laksamana madya atau setingkat admiral (kalo di onepiece udah jago banget nekh)
Tanda Penghormatan:
Pahlawan Pembela Kemerdekaan
4.Wage Rudolf Supratman (1903–1938)
Penggubah Lagu Indonesia Raya
Udah terkenal sejak dahulu kalo talent seorang kristiani itu paling hebat kalo di dunia lagu. Siapa sangka penggubah lagu nasional adalah seorang nasrani.
Tingginya jiwa kebangsaan dari Wage Rudolf Supratman menuntun dirinya membuahkan karya bernilai tinggi yang di kemudian hari telah menjadi pembangkit semangat perjuangan pergerakan nasional. Semangat kebangsaan, rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka dalam jiwanya dituangkan dalam lagu gubahannya Indonesia Raya. Lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan negeri ini.
Supratman tepatnya lahir di Jatinegara, Jakarta, tanggal 9 Maret 1903. Menamatkan sekolah dasarnya di Jakarta, kemudian melanjutkan ke Normaal School Ujungpandang. Setelah menyelesaikan pendidikan, ia masih tetap tinggal di Ujungpandang dan sempat bekerja sebagai guru Sekolah Dasar kemudian ke sebuah perusahaan dagang. Kebolehannya bermain musik biola serta menggubah lagu diperolehnya dari kakaknya semasa menjalani pendidikan dan bekerja di Ujungpandang ini. Dari Ujungpandang, ia kemudian pindah ke Bandung menekuni profesi sebagai seorang wartawan. Profesi itu terus ditekuninya hingga ia akhirnya mudik ke kota kelahirannya, Jakarta.
5.Ignatius Slamet Rijadi (tidak ada foto)
Slamet Rijadi dilahirkan di Kampung Danukusuman Solo pada Rebo Pon, 28 Mei 1926 dengan nama Soekamto. Karena semasa kecil sering sakit, namanya diganti menjadi Slamet. "...ketika di SMP Negeri II Solo banyak anak bernama Slamet. Maka oleh gurunya diberi tambahan nama, maka jadilah sampai sekarang Slamet Rijadi," kata Kolonel (Purn) Soejoto, teman main Pak Met sejak kecil, yang kemudian menjadi anak buah saat bergerilya di daerah Solo, menumpas gerombolan DI di Jawa Barat, dan dalam operasi menumpas RMS mulai dari Pulau Buru sampai ke Pulau Ambon, Maluku.
Pemerintah mengangkat Brigadir Jenderal (Anumerta) Slamet Rijadi sebagai Pahlawan Nasional. Dalam upacara di Istana Negara Jumat 9/11/07, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan anugerah Bintang Mahaputera Utama. Lalu, pada Senin (12/11/07) siang, KSAD Jenderal Djoko Santoso bertindak sebagai Inspektur Upacara pada peresmian patung Ignatius Slamet Rijadi di Jalan Slamet Rijadi, jalan raya yang membelah kota Solo, Jawa Tengah.
6.Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang
Nama Panggilan:Tuan Manullang
Lahir:Tarutung, 20 Desember 1887 (Sekampung dengan teman kita)
Meninggal:Jakarta, 20 April 1979 (dimakamkan di Tarutung)
Penghargaan:
Pemerintah RI pada tanggal 2 Oktober 1967 menganugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan
Digelari Tuan Manullang, seorang jurnalis, cendekiawan dan pendeta pejuang pers nasional dan pahlawan perintis kemerdekaan. Menimba ilmu hingga ke negeri singa, dan saat berusia 19 tahun telah menerbitkan koran Binsar Sinondang Batak (1906). Juga mendirikan organisasi sosial politik Hatopan Kristen Batak (HKB) setelah bergaul dengan para pendiri Syarikat Islam. Di bawah bendera HKB, ia menerbitkan surat kabar Soara Batak (1919-1930) untuk menentang penindasan penjajah Belanda lewat pena. Akibat tulisannya, ia dipenjara di Cipinang.
7.Robert Wolter Monginsidi
Tanggal 14 Februari 1925, dari kandungan ibu pertiwi lahirlah seorang anak bangsa nan perkasa, Robert Wolter Monginsidi, anak suku Bantik di pesisir desa Malalayang, sebagai putera ke 4 dari 11 bersaudara, hasil buah cinta Petrus Monginsidi dengan Lina Suawa. Wolter Monginsidi dengan panggilan kesayangan “BOTE” tumbuh sebagai seorang anak yang berani, percaya diri, jujur, serta cerdas dan pantang menyerah.
Menuntut ilmu pengetahuan menjadi tekadnya yang bulat walau situasi dan kondisi sangat berat untuk diterobos. Namun dengan semangatnya yang membara ia berjuang merebut peluang memasuki dunia pendidikan HIS tahun 1931, kemudian melangkah penuh kepastian ke Sekolah MULO Frater Don Bosco Manado dan berlanjut ke Sekolah Pertanian yang didirikan Jepang di Tomohon serta Sekolah Guru Bahasa Jepang, yang akhirnya membawa dia sebagai guru Bahasa Jepang di Malalayang Liwutung dan Luwuk Banggai dalam usia muda 18 tahun.
Genggaman tangan-tangan penjajah, semakin membangkitkan semangat juang Wolter Monginsidi, untuk terus mengejar cita-citanya, belajar dan terus belajar, sampai ia memapaki kakinya di Makassar dan masuk SNIP Nasional kelas III di tahun 1945.
8.Prof. Dr. Ir. Herman Johannes (mantan rektor UGM )
Prof. Dr. Ir. Herman Johannes lahir tanggal 23 Mei, beliau sendiri tidak megetahui secara pasti tahun dia lahir. Pak Jo, begitulah panggilan akrabnya, mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke Technische Hogerschool atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (STT) berbekal nilai tertinggi waktu sekolah Menengah. STT ini menjadi Fakultas Teknik UGM setelah pindah ke Yogyakarta. Pak Jo adalah mahasiswa yang cerdas, ulet dan kreatif. Bahkan ia pernah memuat tulisannya di majalah terkemuka saat itu, yaitu De Ingenieur in Netherlandsch Indie. Sambi melanjutkan kuliah beliau juga mengajar di STT. Akhirnya ia diwisuda pada Oktober 1946. Pak Jo ini ternyata suka sekali pada ilmu Fisika. Meskipun beliau adalah mahasiswa Teknik Sipil, ia diberi kepercayaan mengajar ilmu fisika di sekolah kedokteran. Pada saat itu, Pak Jo juga berjuang sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili daerah Bali, NTB, dan NTT.
Perjuangan Pak Jo dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia juga sangat mengesankan. Pak Jo menggunakan laboratorium perguruan tinggi kedokteran untuk merakit berbagai jenis persenjataan pembunuh dan penghancur musuh. Pada tangal 5 November 1945, Pak Jo datang ke Yogyakartamemenuhi panggilan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk membangun laboratorium persenjataan markas tertinggi tentara. Kemudian Pak Jo membangun laboratrium Knalwik, bahan peledak dan granat tangan di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kota Baru yang kini adalah SMAN 3 Padmanaba dan berbagai macam pabrik senjata. Di dalam laboratorium itulah para dosen, asisten, dan mahasiswa perguruan tinggi Kedokteran dan Sekolah Tinggi Teknik bekerja.
itulah sebagian pahlawan pahlawan yang beragama nasrani dan secara tegas dapat menyatakan bahwa tidak ada alasan yang mengatakan kristiani tidak berkontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan
Pada dasarnya semua agama sangat tidak mengajarkan penjajahan dan penindasan.
Pahlawan Nasional tidaklah berjuang karena dilandasi faktor agama yang dibawanya melainkan karena dirinya merasa terusik dan jiwa nasionalis terganggu sehingga membawa semangat kemerdekaan atas bangsa dan negri terhadap segala bentuk penjajahan.
So, tidaklah baik membawa agama yang dikaitkan dengan perjuangan pahlawan dalam memerdekakan Indonesia karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan perjuangan oleh seluruh bangsa juga!!
akhir kata
MERDEKA!!
READ MORE - Pahlawan nasional yang beragama nasrani
MERDEKA!!!!
syalom,
Terbesit di pikiran saya untuk membuat posting mengenai topik ini karena pernah suatu saat ketika berselancar di dunia maya, tidak sengaja saya membaca ada tulisan yang menyerukan bahwa "hanya islam yg memerdekakan Indonesia"
dengan alasan bahwa orang kristen merupakan antek penjajah karena agama ini dibawa oleh penjajah dan bahwasanya pengusiran terhadap penjajah dipengaruhi oleh semangat jihad,?? well well,, well..
mari kita lihat beberapa orang yang sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional yang beragama nasrani.,,
cekidot!!
1.Laksamana Muda Udara Agustinus Adisutjipto.
Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta[1] (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 3 Juli 1916 – meninggal di Bantul, Yogyakarta, 29 Juli 1947 pada umur 31 tahun) adalah seorang pahlawan nasional dan seorang komodor udara Indonesia.
Adisutjipto dilahirkan 3 Juli 1916 di Salatiga, mengenyam pendidikan GHS (Geneeskundige Hoge School) (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan lulusan Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati.
Pada tanggal 15 November 1945, Adisutjipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo, yang kemudian diganti namanya menjadi Bandara Adisutjipto, untuk mengenang jasa beliau sebagai pahlawan nasional.
Beliau dimakamkan di pekaman umum Kuncen I dan II, dan kemudian pada tanggal 14 Juli 2000[1] dipindahkan ke Monumen Perjuangan di Desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta.
2.Pahlawan Nasional dari Maluku Thomas Matulesy
Tentunya tak asing lagi pahlawan yang satu ini karena terukir di uang seribu rupiah kertas
Kapitan Pattimura yang bernama asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini.
3.Yos Sudarso (1925-1962)
Pahlawan Nasional Laksamana Madya Yosaphat Sudarso, yang lebih dikenal dengan panggilan Yos Sudarso, kelahiran Salatiga, 24 November 1925, gugur dalam pertempuran di atas KRI Macan Tutul dalam pertempuran Laut Aru 13 Januari 1962 pada masa kampanye Trikora. Namanya kini diabadikan pada sebuah KRI dan pulau
pangkat terakhir sebagai laksamana madya atau setingkat admiral (kalo di onepiece udah jago banget nekh)
Tanda Penghormatan:
Pahlawan Pembela Kemerdekaan
4.Wage Rudolf Supratman (1903–1938)
Penggubah Lagu Indonesia Raya
Udah terkenal sejak dahulu kalo talent seorang kristiani itu paling hebat kalo di dunia lagu. Siapa sangka penggubah lagu nasional adalah seorang nasrani.
Tingginya jiwa kebangsaan dari Wage Rudolf Supratman menuntun dirinya membuahkan karya bernilai tinggi yang di kemudian hari telah menjadi pembangkit semangat perjuangan pergerakan nasional. Semangat kebangsaan, rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka dalam jiwanya dituangkan dalam lagu gubahannya Indonesia Raya. Lagu yang kemudian menjadi lagu kebangsaan negeri ini.
Supratman tepatnya lahir di Jatinegara, Jakarta, tanggal 9 Maret 1903. Menamatkan sekolah dasarnya di Jakarta, kemudian melanjutkan ke Normaal School Ujungpandang. Setelah menyelesaikan pendidikan, ia masih tetap tinggal di Ujungpandang dan sempat bekerja sebagai guru Sekolah Dasar kemudian ke sebuah perusahaan dagang. Kebolehannya bermain musik biola serta menggubah lagu diperolehnya dari kakaknya semasa menjalani pendidikan dan bekerja di Ujungpandang ini. Dari Ujungpandang, ia kemudian pindah ke Bandung menekuni profesi sebagai seorang wartawan. Profesi itu terus ditekuninya hingga ia akhirnya mudik ke kota kelahirannya, Jakarta.
5.Ignatius Slamet Rijadi (tidak ada foto)
Slamet Rijadi dilahirkan di Kampung Danukusuman Solo pada Rebo Pon, 28 Mei 1926 dengan nama Soekamto. Karena semasa kecil sering sakit, namanya diganti menjadi Slamet. "...ketika di SMP Negeri II Solo banyak anak bernama Slamet. Maka oleh gurunya diberi tambahan nama, maka jadilah sampai sekarang Slamet Rijadi," kata Kolonel (Purn) Soejoto, teman main Pak Met sejak kecil, yang kemudian menjadi anak buah saat bergerilya di daerah Solo, menumpas gerombolan DI di Jawa Barat, dan dalam operasi menumpas RMS mulai dari Pulau Buru sampai ke Pulau Ambon, Maluku.
Pemerintah mengangkat Brigadir Jenderal (Anumerta) Slamet Rijadi sebagai Pahlawan Nasional. Dalam upacara di Istana Negara Jumat 9/11/07, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan anugerah Bintang Mahaputera Utama. Lalu, pada Senin (12/11/07) siang, KSAD Jenderal Djoko Santoso bertindak sebagai Inspektur Upacara pada peresmian patung Ignatius Slamet Rijadi di Jalan Slamet Rijadi, jalan raya yang membelah kota Solo, Jawa Tengah.
6.Mangihut Mangaradja Hezekiel Manullang
Nama Panggilan:Tuan Manullang
Lahir:Tarutung, 20 Desember 1887 (Sekampung dengan teman kita)
Meninggal:Jakarta, 20 April 1979 (dimakamkan di Tarutung)
Penghargaan:
Pemerintah RI pada tanggal 2 Oktober 1967 menganugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan
Digelari Tuan Manullang, seorang jurnalis, cendekiawan dan pendeta pejuang pers nasional dan pahlawan perintis kemerdekaan. Menimba ilmu hingga ke negeri singa, dan saat berusia 19 tahun telah menerbitkan koran Binsar Sinondang Batak (1906). Juga mendirikan organisasi sosial politik Hatopan Kristen Batak (HKB) setelah bergaul dengan para pendiri Syarikat Islam. Di bawah bendera HKB, ia menerbitkan surat kabar Soara Batak (1919-1930) untuk menentang penindasan penjajah Belanda lewat pena. Akibat tulisannya, ia dipenjara di Cipinang.
7.Robert Wolter Monginsidi
Tanggal 14 Februari 1925, dari kandungan ibu pertiwi lahirlah seorang anak bangsa nan perkasa, Robert Wolter Monginsidi, anak suku Bantik di pesisir desa Malalayang, sebagai putera ke 4 dari 11 bersaudara, hasil buah cinta Petrus Monginsidi dengan Lina Suawa. Wolter Monginsidi dengan panggilan kesayangan “BOTE” tumbuh sebagai seorang anak yang berani, percaya diri, jujur, serta cerdas dan pantang menyerah.
Menuntut ilmu pengetahuan menjadi tekadnya yang bulat walau situasi dan kondisi sangat berat untuk diterobos. Namun dengan semangatnya yang membara ia berjuang merebut peluang memasuki dunia pendidikan HIS tahun 1931, kemudian melangkah penuh kepastian ke Sekolah MULO Frater Don Bosco Manado dan berlanjut ke Sekolah Pertanian yang didirikan Jepang di Tomohon serta Sekolah Guru Bahasa Jepang, yang akhirnya membawa dia sebagai guru Bahasa Jepang di Malalayang Liwutung dan Luwuk Banggai dalam usia muda 18 tahun.
Genggaman tangan-tangan penjajah, semakin membangkitkan semangat juang Wolter Monginsidi, untuk terus mengejar cita-citanya, belajar dan terus belajar, sampai ia memapaki kakinya di Makassar dan masuk SNIP Nasional kelas III di tahun 1945.
8.Prof. Dr. Ir. Herman Johannes (mantan rektor UGM )
Prof. Dr. Ir. Herman Johannes lahir tanggal 23 Mei, beliau sendiri tidak megetahui secara pasti tahun dia lahir. Pak Jo, begitulah panggilan akrabnya, mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke Technische Hogerschool atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung (STT) berbekal nilai tertinggi waktu sekolah Menengah. STT ini menjadi Fakultas Teknik UGM setelah pindah ke Yogyakarta. Pak Jo adalah mahasiswa yang cerdas, ulet dan kreatif. Bahkan ia pernah memuat tulisannya di majalah terkemuka saat itu, yaitu De Ingenieur in Netherlandsch Indie. Sambi melanjutkan kuliah beliau juga mengajar di STT. Akhirnya ia diwisuda pada Oktober 1946. Pak Jo ini ternyata suka sekali pada ilmu Fisika. Meskipun beliau adalah mahasiswa Teknik Sipil, ia diberi kepercayaan mengajar ilmu fisika di sekolah kedokteran. Pada saat itu, Pak Jo juga berjuang sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili daerah Bali, NTB, dan NTT.
Perjuangan Pak Jo dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia juga sangat mengesankan. Pak Jo menggunakan laboratorium perguruan tinggi kedokteran untuk merakit berbagai jenis persenjataan pembunuh dan penghancur musuh. Pada tangal 5 November 1945, Pak Jo datang ke Yogyakartamemenuhi panggilan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk membangun laboratorium persenjataan markas tertinggi tentara. Kemudian Pak Jo membangun laboratrium Knalwik, bahan peledak dan granat tangan di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kota Baru yang kini adalah SMAN 3 Padmanaba dan berbagai macam pabrik senjata. Di dalam laboratorium itulah para dosen, asisten, dan mahasiswa perguruan tinggi Kedokteran dan Sekolah Tinggi Teknik bekerja.
itulah sebagian pahlawan pahlawan yang beragama nasrani dan secara tegas dapat menyatakan bahwa tidak ada alasan yang mengatakan kristiani tidak berkontribusi dalam memperjuangkan kemerdekaan
Pada dasarnya semua agama sangat tidak mengajarkan penjajahan dan penindasan.
Pahlawan Nasional tidaklah berjuang karena dilandasi faktor agama yang dibawanya melainkan karena dirinya merasa terusik dan jiwa nasionalis terganggu sehingga membawa semangat kemerdekaan atas bangsa dan negri terhadap segala bentuk penjajahan.
So, tidaklah baik membawa agama yang dikaitkan dengan perjuangan pahlawan dalam memerdekakan Indonesia karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan perjuangan oleh seluruh bangsa juga!!
akhir kata
MERDEKA!!